Hendra terlahir dengan cacat fisik. Ia tidak memiliki dubur dan
kaki yang sempurna layaknya bayi lainnya. Sampai ia beranjak remaja, pergumulan
besar telah mengisi hari-harinya. Ayah Hendra sangat malu memiliki anak yang
cacat fisik.
Ia selalu menatap Hendra
dengan pandangan sinis, tanpa ada rasa belas kasihan kepada anak kandungnya
yang malang tersebut. Ayah Hendra tidak memperlakukan Hendra seperti
anak-anaknya yang lain. Karena malu dengan kondisi anaknya, maka Hendra pun
tidak pernah dimasukkan ke bangku sekolah. Ia hanya diberi les privat di rumah
hingga ia tumbuh remaja. Mempertunjukkan Hendra di depan umum merupakan sesuatu
yang sangat memalukan bagi ayahnya.
Setiap kali ada acara
keluarga atau undangan pesta, orang tua Hendra tidak pernah mengajaknya ikut.
Bahkan ketika kakak kandungnya menikah, Hendra ditinggal sendirian di rumah
sambil menahan kesedihan yang mendalam.
Sering kali Hendra
menangis ketika malam tiba. Dan ia hanya bisa mengutarakan perasaan di hatinya
kepada sang ibu dengan polos. “Ma, kenapa papa kok jahat? Apakah aku ini bukan
anaknya? Kalau memang aku ini bukan anaknya lebih baik aku dari kecil diracun
saja supaya mati,” ucap Hendra dengan suara parau dan isak tangis tersedu-sedu.
Setiap hari caci maki
dan kata-kata kutukan selalu terlontar dari mulut sang ayah. Dengan suara
lantang dan tatapan jijik, ayah Hendra menghina dirinya. Hendra kecil setiap
hari harus menahan rasa pilu di hatinya ketika ia menerima cacian tersebut.
Kata-kata yang menyakitkan itu membuat hati Hendra terasa seperti disayat pisau
silet. Pedih sekali rasanya mendengar ayah kandung sendiri menghina dirinya
seperti binatang. Namun Hendra hanya bisa pasrah dan tidak bisa melawan.
Dari kecil seharusnya sudah ditanamkan sifat kepriaan pada diri
Hendra, tetapi ia tidak mendapatkan itu dari sang ayah. Citra dirinya rusak
dengan cacian yang ia terima dari ayahnya setiap hari. Ia merasa seperti hewan
yang terkurung dan tidak pernah bebas bersosialisai seperti anak-anak lainnya.
Hingga pada usia 11 menjelang 12 tahun, Hendra yang ingin merasa bebas mulai
mengenal dunia waria dan sering berada di lingkungan mereka. Di situ ia merasa
diterima dengan baik. Satu hal yang bisa membuat ia merasa bahagia karena ia
tidak pernah merasakan hal itu sebelumnya. Akhirnya ia pun mulai menjadi
seorang waria dan meninggalkan keluarganya.
Hendra mengganti namanya menjadi Sandra saat ia menjadi
seorang waria. Setiap malam ia menjual dirinya di pinggir jalan dan mengonsumsi
narkoba. Sudah beberapa kali ia masuk rumah sakit karena over dosis pemakaian
obat-obatan tanpa ada satu orang pun dari keluarganya yang tahu. Namun ia tidak
jera. Sekeluarnya dari rumah sakit, Hendra kembali menjual narkoba dan mengonsumsinya
lagi. Tak hanya itu, untuk menambah penghasilannya Hendra pun menjual
teman-teman wanitanya kepada para lelaki hidung belang. Ia juga berprofesi
sebagai germo yang sering mangkal di sebuah diskotik dan di pinggir jalan. 15
tahun lamanya Hendra menjadi seorang waria dan menjalani kehidupan yang
liar. “Hidup saya semakin nggak bener, semakin hari semakin tidak
karu-karuan,” ujar Hendra.
Hingga tiba pada suatu hari Hendra mulai merasa jijik
dengan dirinya sendiri dan ia memutuskan untuk bunuh diri. “Namun pada saat itu
saya mendengar suara Tuhan yang berkata, ‘Aku menciptakan kamu seperti
gambar-Ku, bukan seperti modelmu ini’,” cerita Hendra. “Saya berontak kepada
Tuhan dan berkata, Tuhan, saya tidak mampu Tuhan! Tapi suara Tuhan berbicara
berulang kali seperti itu.””
“Tuhan, mengapa Engkau sungguh baik
Tuhan Yesus. Mengapa semua orang menganggap saya sampah, keluarga saya yang
terutama, tetapi Engkau menjadikan saya berharga seperti ini.”
Dalam sekejap Hendra
merasakan damai sejahtera dan segala kepahitan terhadap orang-orang yang pernah
menyakitinya hilang. Terutama kepahitan terhadap ayahnya yang dulu sering
mencaci-maki dirinya. Hendra mulai meninggalkan dunia malam dan kehidupannya
sebagai seorang waria. Ia berubah seutuhnya menjadi seorang pria dan kembali ke
tengah-tengah keluarganya. Berkat pertolongan Tuhan, keluarga Hendra pun
diubahkan dan mau menerima keberadaan dirinya apa adanya. Ucapan syukur Hendra
semakin bertambah melihat dirinya dicintai oleh sang ayah dan bisa tinggal
kembali di tengah-tengah kehidupan keluarga yang harmonis.
“Walaupun secara fisik
saya sudah berubah pada saat itu, tapi perasaan saya masih seperti perempuan.
Saya masih bisa mencintai seorang pria,” ujar Hendra.
Apa yang berhasil ia ubah pada bagian luar
ternyata tidak sama dengan bagian dalam dirinya. Ternyata Hendra masih merasa
seperti seorang perempuan. Ia menemukan kenyataan bahwa tidak semuanya berubah.
Setiap malam ia menangis sambil berdoa kepada Tuhan.
“Tuhan Yesus, kalau
Engkau mau pulihkan saya tolong jangan setengah-setengah seperti ini. Tolong
Tuhan, ubah saya!” seru Hendra dalam doanya. Ia merasa sedih melihat sebagian
dari dirinya ternyata masih sama seperti dulu.
Seiring dengan doa yang ia utarakan kepada Tuhan setiap hari,
tahap demi tahap Hendra mulai merasakan sisi kewanitaannya memudar. Tuhan mulai
menghilangkan perasaan menyukai seorang pria dalam diri Hendra. Hingga Hendra
benar-benar merasakan dirinya sudah utuh kembali sebagai seorang laki-laki.
“Kalau saya bisa dipulihkan, dari waria
menjadi seorang pria sejati, Tuhan Yesus sungguh ajaib. Kasihnya sungguh luar
biasa,” ujar Hendra menutup kesaksiannya. (Kisah
ini telah ditayangkan 26 September 2007 dalam acara Solusi Life di O Channel).
YESUS KRISTUS mengasihi Anda..
(Sumber: Lukas Pohan Hendra - jawaban.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar